From Competition to Coopetition

Terkadang kompetitornya kompetitor Anda adalah sekutu yang stratejik untuk diajak kompromi. Di akhir juli lalu, berita mengenai beraliansinya Microsoft dengan Yahoo untuk melawan Google akhirnya terkuak. Microsoft telah lama tertarik untuk membeli Yahoo, karena perusahaan yang didirikan oleh Bill Gates ini ingin membesarkan mesin pencarian dan pasar iklan berdasarkan pencarian. Search engine yang ia miliki selama ini, seperti MSN dan Windows Live, masih jauh dari harapan untuk bisa melawan Google.

Keinginan Microsoft masuk ke pasar search engine semakin menjadi-jadi, mengingat gerak-gerik Google terus mengancam pasar yang notabenenya menjadi domain Microsoft. Dengan diluncurkannya Chrome, Google ingin mengganggu browser-nya Microsoft yaitu Internet Explorer. Dengan Google Docs, Google ingin pula masuk ke pasar yang sama dengan paket Microsoft Office.

Dengan latar belakang seperti itu, Microsoft berniat untuk hit-back ke Google dengan mengeluarkan killer-app untuk mesin pencarian Google. Bulan Juni 2009 lalu, Microsoft meluncurkan Bing, yang menurut mereka merupakan bentuk ideal yang mereka miliki untuk melawan dominasi Google. Dengan demikian ada tiga merek; Google, Yahoo, dan Bing, yang berlaga di pertarungan antar search engine di dunia Internet.

Gap antara perusahaan ini dengan yang lain memang sangat besar, seakan-akan pertarungan antara “David melawan Goliath.” Google yang menguasai pangsa pasar sebesar 70 persen adalah ibarat ‘Goliath.’ Maka tak heran kalau pesaingnya (Microsoft dan Google) melihat peluang untuk kolaborasi sebagai upaya strategik, mengingat keduanya menguasai 28 persen pangsa pasar. Microsoft memang memosisikan diri sebagai pemain kecil, seorang ‘David’, yang harus rutin melempar batu untuk merobohkan Goliath. Yahoo adalah ‘batu’ yang dilempar tersebut, karena Yahoo adalah jawaban Microsoft untuk melawan Google.

Deal yang dilakukan diantara Microsoft dan Yahoo tetap menjaga ladangnya masing-masing, dalam arti Yahoo akan didukung sistem back-end yang ada di Bing, dan Yahoo sendiri tetap terus dengan mesin pencariannya dan tetap menjadi apa yang selama ini menjadi kompetensinya yaitu menjadi sebuah portal. Dua-duanya tetap berkompetisi, namun berkolaborasi secara etikal dalam arti aliansi antara keduanya tetap melewati proses hukum yang ada di Amerika.

Yahoo sendiri masih menganggap Bing sebagai kompetitor besar mereka, ketika mengatakan “kami berkolaborasi di back-end dengan Bing, namun di front-end kami tetap berkompetisi dengannya. Steve Ballmer, CEO dari Microsoft mengatakan bahwa, “kolaborasi antar keduanya akan menciptakan inovasi dan terobosan terbaru di dalam dunia search engine, menciptakan nilai baru untuk pengiklan, dan menyediakan wada alternatif bagi pengguna search engine yang selama ini didominasi oleh satu perusahaan.”

Cerita mengenai kompetisi yang menjadi lebih sifatnya kolaboratif memang semakin terlihat terutama di perusahaan-perusahaan internet. Facebook dengan Twitter contohnya, meskipun bersaing dikategori yang hampir mirip di platform penyedia jejaring sosial, malah berkolaborasi dalam hal penyebaran status update untuk membuat senang para penggunanya yang ekspresif.

Persaingan di Era Horisontal

Peter Drucker telah lama meramalkan bahwa inovasi dan value perusahaan akan terciptakan lewat networks. Dinamika kolaborasi dari network dan partnership menjadi salah satu prinsip utama di lanskap bisnis yang terus berubah seperti sekarang. Social Capital perusahaan dalam menjalin hubungan dengan yang lain lewat network, seperti yang tergambarkan dari cara mereka berkolaborasi dan melakukan aliansi, menjadi semakin penting, untuk dapat mengimbangi Human Capital dan Physical Capital yang ia miliki terutama untuk mendongkrak inovasi dan pertumbuhan.

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi membuat dunia semakin transparan, informasi yang mengalir menjadi lebih banyak dan dapat diakses dari mana-mana, kapan saja, dan untuk siapa saja. Dengan demikian, knowledge menjadi lebih mudah diakuisisi, barriers to entry lama kelamaan menjadi lebih berkurang.

Di era yang serba terbuka ini, kue perusahaan tidak lagi digerogoti oleh tersangka yang kita semua tahu (“usual suspect”). Pemain baru terus bermunculan dan mereka datang dari mana-mana. Pemain sebesar Microsoft sudah tidak dapat lagi tumbuh dan mendominasi industrinya secara tenang. Di kategori operating system ia ditantang oleh Linux yang berbasiskan open source, dilakukan secara komunal dan kolektif. Di kategori lain, Microsoft yang sangat vertikal dan selama ini mendikte industri, ditantang oleh Google yang juga tampil secara flat dan horisontal.

Persaingan menjadi semakin menjadi-jadi. Dengan semakin horisontal dan terbukanya pasar, berarti pasar akan dijejali oleh siapa saja yang qualified untuk bermain di sana. Kompetitor baru bisa saja masuk ke pasar yang sama. Keunggulan kompetitif tidak hanya ditentukan oleh siapa yang telah lama mendominasi pasar tersebut. Keunggulan kompetitif tidak lagi ditentukan oleh cheaper, better, atau faster. Namun keunggulan kompetitif di zaman New Wave ini ditentukan oleh siapa yang tampil lebih smart dapat menyeimbangi kapan harus berkompetisi dan kapan harus berkolaborasi dengan memperhatikan norma hukum kompetisi yang berlaku.

Bagaimana pendapat Anda?

Source :

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/xml/2009/09/11/15093460/from.competition.to.coopetition

Pembahasan :

Penggabungan dua perusahaan yang besar merupakan salah satu langkah yang tepat dalam menghadapi persaingan yang ada.Dengan adanya penggabungan ini, kedua perusahaan dapat saling melengkapi satu sama lain. Pada awal penggabungan kedua perusahaan ini akan muncul masalah. Salah satunya adalah masalah perbedaan budaya kerja dari masing-masing perusahaan. Oleh karena itu,menurut Saya kedua perusahaan hendaknya menetapkan bentuk pengerjaan dari laporan hingga dokumen dan arsip-arsip yang mendukung operasional perusahaan serta cara pengambilan keputusan. Pada awalnya mungkin hal ini akan sulit untuk dilakukan.Akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu para karyawan dapat beradaptasi dengan perubahan yang ada.

Disamping itu, kedua perusahaan tersebut hendaknya merumuskan secara bersama-sama visi dan misi yang hendak diraih sehingga salah satu pihak tidak merasa dirugikan.

Kedua perusahaan dapat saling mengadaptasi knowledge yang ada pada masing-masing perusahaan. Akan tetapi sepertinya hal tersebut sulit untuk dilakukan mengingat bagi beberapa perusahaan yang menganggap knowledge yang ada adalah sebuah rahasia besar bagi perusahaan itu dan bukan merupakan suatu hal yang dapat disharekan terhadap perusahaan lain.

Ketika sebuah perusahaan memutuskan untuk bekerja sama dengan perusahaan lain alangkah baiknya Mereka mempertimbangkan beberapa hal seperti mengetahui bentuk kerjasama yang diinginkan dan mengetahui kelebihan dan kekurangan yang ada dalam perusahaan sehinga kerjasama yang terjalin bukanlah suatu hal yang sia-sia,dimana dengan adanya kerjasama kedua perusahaan dapat saling melengkapi satu dengan lainnya. Selain itu juga, selektif dalam memilih partner kerja. ketika akan menjalin kerjasama terlebih dahulu mencari informasi mengenai kelebihan dan kekurangan perusahaan tersebut sehingga Kita mengetahui resiko yang dihadapi dari adanya kerjasama tersebut.Jika kerjasama antar perusahaan telah terjalin diperlukan sikap saling percaya antar satu dengan lainnya sehingga kerjasama yang terjalin lebih kuat daripada sebelumnya.

This entry was posted in Case Knowledge Management. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *